TANTANGAN-TANTANGAN DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MAKKAH


TANTANGAN-TANTANGAN DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MAKKAH

Oleh

Dede Mulyadi, S.Pd.I

 

Setelah turunnya wahyu kedua yaitu QS.Al-Muddatstsir[74]:1-7, Rasulullah SAW mulai melaksanakan perintah Allah SWT yaitu menyeru kaum yang berhati keras dan tidak beragama untuk menyembah Allah SWT. Tugas ini merupakan perkara yang berat dan besar karena beliau harus berhadapan dengan berbagai tantangan dan masalah, antara lain perombakan sistem kebudayaan,sosial, kepercayaan penduduk Makkah dan meluruskan sistem sosial yang tidak adil.

Rasulullah SAW mulai berdakwah di Makkah dimulai dengan melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada keluarga, kerabat dan sahabat terkedatnya hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menyusun kekuatan dan pengikut setia, strategi dakwah ini berlangsung 3 sampai 4 tahun. Kemudian turunlah wahyu perintah berdakwah secara terang-terangan yaitu QS. Al-Hijr ayat 94. Setelah menerima wahyu ini Rasulullah SAW mulai melakukan dakwah secara terang-terangan.

Suatu ketika, Rasulullah Saw melakukan dakwah secara terbuka di Bukit Shafa dengan memanggil semua suku yang ada di sekitar Makkah. Untuk mengetahui apa yang akan disampaikan Muhammad, semua suku mengirimkan utusannya. Bahkan Abu Lahab, paman beliau pun hadir bersama istrinya (Ummu Jamil). Rasulullah Saw berseru, : ”Jika saya katakan kepada kamu bahwa di sebelah  bukit ada pasukan berkuda yang akan menyerangmu, apakah kalian percaya ?”. Mereka menjawab, : ”Kami semua percaya, sebab kamu seorang yang jujur dan kami tidak pernah menemui kamu berdusta”. Rasulullah Saw kemudian berseru kembali, : ”Saya peringatkan kamu akan siksa di hari kiamat. Allah Swt menyuruhku untuk mengajak kamu menyembah kepada-Nya, yaitu Tuhanku dan Tuhanmu juga, yang menciptakan alam semesta termasuk yang kamu sembah. Maka tinggalkanlah Latta, Uzza, Manat, Hubal dan berhala- berhala lain sesembahanmu”. Mendengar seruan tersebut Abu Lahab mencaci maki seraya berkata, : ”Hari ini kamu (Muhammad) celaka. Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami semua ?”.

Selanjutnya Rasulullah Saw termenung sejenak memikirkan reaksi keras dari kaumnya yang menentang dakwahnya. Kemudian, turun wahyu yang menerangkan bahwa yang celaka bukanlah beliau, tetapi Abu Lahab sendiri. Allah Swt berfirman dalam (QS. Al-Lahab [111] ayat : 1-5).

Setelah peristiwa di bukit shafa, para pemimpin kafir mulai bereaksi melakukan upaya-upaya untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW yaitu meminta Abu Tahalib agar mau membujuk Rasulullah SAW menghintakan dakwahnya, mengutus Walid Mughirah  membawa seorang pemuda  untuk ditukarkan dengan Rasulullah SAW, menawarkan harta dan tahta, melakukan tindakan kekerasan fisik kepada umat muslim, dan melakukan tindakan pemboikotan kepada Bani Hasyim dan umat muslim. Melihat hal tersebut akhirnya untuk menyelamatkan umat muslim dari kekejaman kaum kafir Quraisy, Rasulullah SAW mulai memerintahkan umat muslim untuk melakukan hijrah.

Penolakan yang dilakukan oleh bangsa arab terhadap dakwah Rasulullah SAW tentunya bukan tanpa alasan yang menjadi penyebab, yaitu:

Pertama, bangsa Arab terkenal dengan bangsa paganisme. Sebagai masyarakat yang terkenal dengan paganisme, karena mereka menyembah berhala, masyarakat Makkah memiliki kesetiaan terhadap para leluhurnya dengan taqlid a’ma terutama dalam penyembahan terhadap berhala. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia. (Mubasyaroh, 2015:393).

Kedua, Rasulullah SAW mengajarkan tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. Hal itu tidak bisa diterima oleh para pemimpin Quraisy. (Al-Qahtani, 2007:56).

Ketiga, persaingan berebut kekuasaan. Pada masa itu terjadi perebutan kekuasaan antarsuku. Orang yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw. dianggap telah tunduk kepada Nabi Muhammad Saw. dan Bani Hasyim. Sehingga suku yang lain menentang. Dakwah   yang dilakukan  nabi  dianggap sangat  mengancam  stabilitas  perdagangan  yang  sudah  lama berjalan. Dakwah Islam ditolak bukan semata-mata karena nabi Muhammad menyerukan tauhid (keesaan tuhan),  tapi  lebih  kepada  upaya  Nabi  yang dipahami para   pemuka   Makkah   sangat   membahayakan   bagi   aktivitas perekonomian.

Bagi  para  pemuka  Makkah,  dakwah  nabi  mengandung  gerakan  politik dan ekonomi sehingga apabila dakwah tersebut dibiarkan   maka   dapat   merubah   kota   Makkah   dari pusat   perdagangan menjadi  pusat  kekuasaan yang  tidak bisa   terhindarkan   dari   perseteruan   perebutan   ideologi   dan   kekuasaan sebagaimana yang terjadi di Romawi dan Persia. (Anwar dkk, 2020:257-258)

Keempat, takut kehilangan status sosial atau kasta. Kalangan bangsawan kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah tentang kesetaraan hak hamba sahaya dan kaum bangsawan (Al-Qahtani, 2007:56). Pada masa itu masyarakat Quraisy hidup berdasarkan status sosial atau kasta. Di mana terdapat kaum majikan dan kaum budak. Budak adalah milik majikan yang bisa diperjualbelikan dan hak-haknya sebagai manusia tidak dihargai sama sekali.

Selain itu, mereka yang membunuh anak perempuan karena khawatir nantinya akan kawin dengan orang asing atau orang yang berkedudukan sosial lebih rendah misalnya budak atau mawali. Di samping itu, khawatir jika anggota sukunya kalah dalam peperangan akan berakibat anggota kelaurganya yang perempuan akan menjadi harem-harem atau gundik para musuh. (Munfarida, 2015:216)

Struktur sosial berdasarkan usia juga menjadi gejala umum masyarakat ketika itu. Yang senior mendapatkan kesempatan lebih utama baru para yunior, dan ukuran senior dan yunior diukur berdasarkan usia, bukannya pertimbangan-pertimbangan lain. (Darmawijaya, 2017:137)

Kaum Quraisy sangat menentang ajaran Islam karena mereka merasa memiliki status sosial yang tinggi. Sedangkan agama Islam mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain. Manusia memiliki derajat yang sama di hadapan Allah SWT. yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya saja.

Kelima, kekhawatiran hilangnya perdagangan patung sebagai mata pencaharian. Kaum kafir Quraisy adalah penyembah berhala. Mata pencarian masyarakat pada waktu itu adalah membuat dan menjual berhala Latta, Uzza, Manat dan Hubbal. Dengan berhenti menyembah berhala dan mengikuti ajakan rasulullah, berarti kegiatan ekonomi atau kegiatan mencari nafkah akan terganggu. Para pengrajin patung/ berhala menganggap penyembahan kepada Tuhan (Allah) sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah dan pengikutnya akan menghilangkan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Makkah. (Mubasyaroh, 2015:394)

Alasan-alasan tersebut menjadi acuan mereka menolak dakwah Rasulullah SAW di Makkah terlebih setelah Rasulullah SAW mulai berdakwah secra terang-terangan. Mereka gencar melakukan segala upaya dalam rangka mencegah dan menghalangi dakwah Rasulullah SAW, mereka tidak segan-segan melakukan tantangan bersifat keras dari mulai hinaan, ancaman dan siksaan. (Muslim, 2019:109) 

Kondisi ini tentunya menjadi sebuah kondisi yang tidak mudah bagi Rasulullah SAW dalam melaksanakan perintah Dakwah di Makkah. Hal ini dibuktikan dengan lambatnya perkembangan jumlah orang yang masuk Islam pada periode Makkah, yang memberi arti kepada kita bahwa adat istiadat dan tradisi selalu kuat mencengkeram nilai-nilai kehidupan di dalam masyarakat.

 

Daftar Pustaka

Al-Qahtani, S. I. I. A., & Wahf, I. (2007). Kapan Manusia menjadi Kafir?, terj. Khairul Anwar, Solo: Pustaka al-‘Alaq.

 

Anwar dkk. (2020). Dimensi Ekonomi Politik Dalam Konflik Perebutan Sumber Kekuasaan Arab Islam, Jurnal Tashwirul Afkar Vol. 38, No. 02, 249-268.

Darmawijaya, Edi. (2017). Stratifikasi Sosial, Sistem Kekerabatan Dan Relasi Gender Masyarakat Arab Pra Islam. AKAMMUL: Jurnal Studi Gender dan Islam serta Perlindungan Anak Volume 6 Nomor 2, 132-151.

Muslim, K. L., & Hendra, T. (2019). Sejarah dan Strategi Nabi Muhammad. SAW di Mekah. Khazanah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Volume 9, Nomor 18, 104-112.

Mubasyaroh. (2015). Karakteristik Dan Strategi Dakwah Rasulullah Muhammad Saw Pada Periode Makkah. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 3, No. 2, 383-404.

 

Munfarida, Elya. (2015). Perkawinan Menurut Masyarakat Arab Pra Islam, YIN YANG. Vol. 10 No. 2,  210-232. 

Profil Singkat Penulis

 

Penulis bernama Dede Mulyadi, S.Pd.I. Lahir di Cianjur pada tangal 10 Maret 1990. Belaiau merupakan alumni STIT Al-Azami Cianjur Tahun 2015 dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2018. Saat ini penulis mengabdikan diri sebagai guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Negeri 1 Cianjur.

 

Penulis bisa dihubungi di:

Email : dedemulyadi0711@gmail.com